Bukan Trauma Healing tapi LDP, Apakah itu?

Trauma healing sebuah istilah yang sedang populer pasca gempa Cianjur pada 21 November 2022 lalu. Sering diartikan sebagai upaya recovery pasca bencana. Namun taukah Sahabat Satman bahwa istilah tersebut kurang tepat???

Bermula dari sebuah tugas untuk mengikuti undangan pelatihan Disdikpora Kabupaten Cianjur tentang Pelatihan Pendidikan dalam Situasi Darurat pada 16-17 Desember 2022 yang bertempat di SMP Negeri 4 Cianjur. Ketika menerima surat undangan, langsung tersirat tentang trauma healing tadi. Namun ternyata, dalam kegiatan inilah ditumakan pernyataan yang saya jadikan judul artikel ini, yaitu Bukan Trauma Healing tapi LDP. Simak penjelasan lebih lengkapnya dalam tulisan berikut.

Pendidikan Situasi Darurat

Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerja sama dengan Yayasan Save The Children menyelenggarakan pelatihan penyelenggaraan pendidikan situasi darurat pasca bencana gempa bumi di Cianjur, 21 November 2022 lalu. Melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cianjur, mengundang 33 sekolah di kecamatan yang terdampak untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Sesi pertama pada kegiatan ini disampaikan oleh Bpk. Zamzam, diawali dengan penjelasan mengenai bencana. Apakah setiap fenomena alam bisa dikatakan bencana? Pada hakikatnya setiap fenomena alam adalah kehendak Allah SWT, termasuk bencana dan kita sebagai manusia mempunyai kewajiban untuk mengenali dan mempelajarinya.

Lalu apakah bencana itu? Suatu fenomena dikatakan bencana ketika memenuhi syarat berikut:

  • menimbulkan kerusakan
  • menimbulkan kerugian
  • menimbulkan korban jiwa
  • menimbulkan dampak sosial
  • tidak dapat ditanggulangi

Ketika terjadi bencana, maka pendidikan merupakan lahan strategis untuk menanggulangi dampak dan meminimalisir resiko pasca bencana. Sekolah dapat menjadi pemulihan aktivitas harian anak-anak korban bencana. Sebab, pada dasarnya pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang wajib dipenuhi untuk anak. Namun, dikarenakan segala keterbatasan pasca bencana maka perlu adanya penyelenggaraan pendidikan situasi darurat.

Baca Juga:  Upgrade Diri untuk Bersaing di Era Digital

Dalam praktik penyelenggaraan pendidikan situasi darurat, setidaknya ada 5 aspek yang harus tetap dipenuhi dalam proses pembelajaran, diantaranya:

  1. Standar dasar, meliputi tahap persiapan berupa analisis, kesiapan lingkungan, dll.
  2. Akses dan lingkungan belajar, penyelenggara harus mampu menjamin keamanan tempat belajar yang disediakan.
  3. Proses belajar mengajar, materi yang disampaikan hanya berupa materi esensial/prasyarat saja serta disesuaikan dengan kondisi psikologis anak.
  4. Guru dan tenaga kependidikan, harus diperhatikan rasio pendidik dan siswa yang dihadapi termasuk juga kondisi psikosoaial dari pendidik dan tenaga kependidikan itu sendiri.
  5. Kebijakan pendidikan, merupakan kebijakan yang dapat diambil oleh Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, hingga Guru dengan alur koordinasi yang baik.

Lebih jelasnya disajikan dalam infografis berikut:

Layanan Dukungan Psikososial

Sesi kedua disampaikan oleh Ibu Marni Silalahi, aktivis dari Yayasan Save The Children. Layanan Dukungan Psikososial yang selanjutnya akan disebut dengan LDP merupakan suatu upaya/dukungan baik lokal/eksternal untuk melindungi/mempromosikan kesejahteraan psikososial serta mencegah/menanggulangi gangguan mental, salah satunya pada korban bencana. Dengan demikian, LDP tidak dikhususkan pada korban bencana saja melainkan pada setiap orang yang terindikasi menghadapi tekanan hingga mengindikasikan akan terjadinya gangguan mental.

Lalu apakah yang dimaksud dengan psikososial? Berasal dari dua kata, yaitu:

  • Psiko, yang artinya kejiwaan/perasaan
  • Sosial, yang artinya interaksi individu

Dengan demikian, psikososial dapat diartikan sebagai kondisi yang mengacu pada aspek internal diri sekaligus dengan interaksi sosial. Aspek kejiwaan dan interaksi sosial akan saling mempengaruhi satu sama lain, misalnya kondisi psikis yang baik dapat menciptakan lingkungan sosial yang baik, demikian pula sebaliknya. Prinsip inilah yang menjadi landasan dari penyelenggaraan LDP. Dengan menciptakan lingkungan yang baik diharapkan dapat mengurangi resiko psikologis terhadap tekanan yang dihadapi.

Baca Juga:  Kreativitas Belajar di Masa Pandemi Covid-19 melalui Pembelajaran Berbasis Proyek

Pada fenomena terjadinya bencana, korban dapat dikategorikan sesuai dengan level piramida psikososial berikut:

Kondisi korban bencana mayoritas ada pada level 1, dimana LDP dapat dilakukan, salah satunya oleh kita sebagai guru. Pada level 1 umumnya korban akan mengalami ketakutan, kekecewaan, kesedihan, kemarahan, hingga mengisolasi diri akibat mengalami tekanan pasca bencana. Tindakan LDP yang dapat dilakukan diantaranya psikoedukasi tanggap bencana, memberikan keterampilan hidup, serta rekreasi. Sehingga para korban, khususnya anak-anak dapat bangkit dan pulih dari tekanan yang mereka rasakan.

Dari piramida psikososial di atas juga dapat dicermati pada level 3 muncul istilah trauma dan depresi yang presentasinya cukup sedikit. Hal ini terjadi karena orang-orang yang menderita trauma/depresi menunjukkan indikasi gangguan mental sehingga membutuhkan penanganan tenaga ahli lebih lanjut, seperti psikiater/dokter kejiwaan. Disinilah penjelasan istilah trauma healing menjadi kurang tepat. Korban bencana tidak serta merta dapat dikatakan mengalami trauma sebab belum tentu mengalami gangguan kejiwaan. Umumnya, sesuai piramida psikososial tadi korban bencana hanya mengalami tekanan yang berlebih pada jangka waktu tertentu.

Materi lebih lengkap dapat dibaca dalam Panduan Dukungan Psikososial.

Dukungan Psikososial Awal

Langkah pertama yang dapat dilakukan dalam melaksanakan LDP adalah dengan memberikan Dukungan Psikososial Awal (DPA). DPA merupakan screening dari korban bencana untuk menentukan tindak lanjut berikutnya.

DPA dapat dilakukan melalui 3 langkah, yaitu:

  • Look, merupakan upaya untuk menggali informasi tentang kondisi korban dengan menggunakan semua panca indera.
  • Listen, merupakan upaya untuk mendengarkan perasaan hingga kebutuhan korban sehingga mencapai rasa aman dan nyaman.
  • Link, merupakan upaya untuk menghubungakn antara kebutuhan korban dengan layanan-layanan maupun tenaga ahli untuk memenuhi kebutuhan korban.
Baca Juga:  Ngamumule Basa Sunda, Ulah Dugi Ka Jati Kasilih Ku Junti

Dalam menerapkan DPA, Yayasan Save The Childer memiliki modul yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Terdiri dari 9 sesi dengan tema sebagai berikut:

  • Sesi 1 Perkenalan dan LDP terpadu
  • Sesi 2 Reaksi stress
  • Sesi 3 Menghibur diri
  • Sesi 4 Bencana alam
  • Sesi 5 Perlindungan anak
  • Sesi 6 Tubuhku adalah milikku
  • Sesi 7 Jenis-jenis kekerasan pada anak
  • Sesi 8 Perilaku hidup bersih dan sehat
  • Sesi 9 Pertolongan pertama psikologis

Lebih lengkapnya mengenai modul di atas dapat dilihat pada Modul Materi Dukungan Psikososial Terpadu.

Dokumentasi Kegiatan

Kesimpulan yang dapat saya pahami adalah kita sebagai bagian dari masyarakat dapat memberikan layanan dukungan psikososial kepada lingkungan sekitar guna membentuk support system dalam mengurangi resiko dan mencegah gangguan mental yang mungkin terjadi. Tidak hanya untuk para korban pasca bencana, melainkan untuk setiap orang yang mengalami tekanan dalam kesehariannya. Jadilah seseorang yang lebih aware untuk membentuk lingkungan yang lebih sehat.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Radu: 11)