Hanya sebuah renungan sebelum beranjak ke peraduan. Refleksi terhadap segala langkah yang kita pilih. Memantau gerak raga dan lintasan kalbu, ke arah mana kita menuju.
Ini cerita tentang aku, anda, dan kita semua. Yang senantiasa ditawarkan dua pilihan, fujuroha wa taqwaha. Jalan yang menyelamatkan atau jalan yang mendatangkan kesengsaraan.
Kita mulai dari sini..…
Ketika kita sudah cukup tua, sudah banyak melihat dan mengenal manusia, dan cukup banyak membaca literasi. Maka kita akan tahu, kebanyakan dosa itu terjadi tanpa disadari
Pembohong, pemfitnah, penista, penyiksa, bahkan pembunuh sekalipun merasa apa yang mereka lakukan adalah hal yang baik, bahkan mampu mendaftar alasan panjang pembenaran
Kita pikir kita sedang memperbaiki manusia, padahal arogansi takabur bersembunyi di baliknya. Kita kita kita punya sistem lebih baik, padahal keserakahan mengintip darinya
Kita rasa kita sedang membantu kawan, padahal meninggikan diri dengan merendahkannya. Kita katakan ini demi kebaikannya, tapi kita umbar aib dan kita mengghibahnya pada ramai orang
Kita yakin sedang menegakkan agama, tanpa kita sadari kita sedang memuaskan diri dengan berbuat kasar, mendapatkan kenikmatan diatas kesalahan dengan menghina orang lain
Kita meyakinkan diri kita sendiri, bahwa kesemuanya tak ada untuk diri kita sendiri, ternyata kalimat-kalimat kita pun kita jadikan sebagai cara untuk “terlihat humble” dan suci
Entah berapa banyak lagi keburukan bertopengkan kebaikan yang bisa ditulis, yang tak diakui, yang tak disadari. Syaitan pro dalam hal ini, legend dalam sejarah menipu manusia
Andai tak ada perintah Allah untuk terus-menerus menyelidiki diri sementara tetap beramal, rasanya ingin berhenti saja dari berbuat baik, sebab khawatir tipu-tipu yang menyertainya
Tapi berhenti beramal baik justru adalah tujuan syaitan dari awal. Sebab berhenti berbuat baik adalah permulaan maksiat. Sungguh membingungkan memang dunia ini
Yang selamat hanya orang-orang yang ikhlas, mereka yang hanya mengharap pada Allah. Hanya saja ikhlas ini adalah perjalanan tanpa akhir, pekerjaan tanpa henti, sampai mati nanti
Semua amal baik harus terus-menerus ditelisik, sementara amal buruk tetap mengintai. Inilah mengapa dunia itu begitu membuat pusing, dan begitu menguras kesabaran
Tapi tanpa semua itu, bagaimana Allah ridha dengan kita?
Profil Penulis
-
Seorang Pembelajar, Tak Lebih.
www.abufadli.com
Artikel Terbaru dari Penulis
- Satman News4 Oktober 2024Surat Edaran Kadisdikpora Cianjur tentang Penambahan Jam Pelajaran Keagamaan
- Artikel Pendidikan27 September 2024Perbedaan Disiplin Biasa dengan Disiplin Positif di Sekolah: Mana yang Lebih Efektif?
- Artikel Pendidikan26 September 2024Membangun Dunia Berkualitas Anak bersama Guru Hebat
- Satman News20 September 2024Ulasan Puisi “Buka Matamu Buka” Karya Bu Hadijah, S.Pd
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.