Dark Side Of The Light

Pas ngobrol sama anak motoran, ada yang nanya. “Kang, saya punya temen, dulu gila bareng, nakal bareng, riding bareng, mabok bareng. Sekarang dia hijrah”, katanya.

Saya tanggap, “Bagus dong”. Dia sambung, “Iya sih, dia jadi jalan kita juga buat jadi berubah, kenal Islam. Nah, setelah kita juga mau belajar baik, dia malah nggak mau ngumpul lagi sama kita, katanya beda manhaj, beda mazhab, nggak nyunnah”, wow.

Saya jadi inget musyrif saya yang berpesan, “Kalau bapak siap terjun ke dunia dakwah, sabar, jangan liat Muslimnya, liat aja Islamnya”, dan nasihat itu berguna banget sampai sekarang.

Kadang kita jadi bertanya-tanya, bukannya orang kalau udah mengkaji Islam itu harusnya lebih baik ya? Bukannya kalau orang udah berilmu itu harusnya lebih ngerti ya?

Tapi ya itulah, kenyataannya, ujian yang lebih susah itu memang buat yang lebih berilmu.

Liat iblis, banyak ibadah, dan sombongnya itu karena dia merasa sudah taat, merasa lebih utama. Pas makan kita hanya diperintah baca “Bismillah”, tapi pas baca Al-Qur’an malah diminta baca “Ta’awudz” kan? Malah disuruh berlindung dari syaitan yang terkutuk.

Baca Juga:  Renungan Pagi: Mengapa Merasa Hampa?

Artinya, makin kita jadi baik, makin tinggi juga level syaitan yang dikirim, padahal se-rendah-rendahnya syaitan tetep aja profesional hasutannya hehehe.. Tapi ya begitulah kira-kira.

Perasaan, tukang mabok nggak kenal madzhab apalagi manhaj, “Kamu manhaj oplosan atau manhaj murni?”, “Kamu madzhab nge-lem atau nge-ganja?”, nggak ada kan yang nanya gitu? Bagi tukang mabok, yang penting mabok bareng.

Yang ngerokok juga nggak pernah nolak ngumpul, hanya karena satu kretek dan satu filter, atau satu nge-vape dan satu cuma joinan. Yang penting ngisep dulu lah.

Tapi kita, seringkali merasa sudah tinggi, nggak mau kumpul sama yang kita anggap rendah. Kita merasa sudah nyunnah lalu yang lain dari kita, kita anggap syubhat dan ga paham.

The dark side of the light. Atau sebenarnya, dia kira dia light padahal dark banget?

Ini cuma pertanyaan pada diri saya sendiri, karena siapa tau, itu juga yang saya kira.

Profil Penulis

Deni Kurnia
Deni Kurnia
Seorang Pembelajar, Tak Lebih.

www.abufadli.com
Baca Juga:  Inilah 4 Karakter Google yang Mirip dengan Karakter Ideal Kita
Artikel Terbaru dari Penulis

Bagikan:

Tags

Related Post