Matahari sudah tinggi. Cahayanya sedikit panas. Angin tampak malu berhembus. Tim KNTS seperti biasa bersiap untuk menelusuri peninggalan kedaleman Cibalagung yang tersisa. Kami hari ini membuat janji dengan seseorang. Kami berencana untuk mengunjungi lokasi penerus kedaleman Cibalagung setelah masa Raden Aria Nata Manggala 1.
Akhirnya orang yang kami tunggu datang. Seorang lelaki muda yang berperawakan kurus. Usianya kira-kira 45 tahunan. Orangnya ramah. Senyum bibirnya selalu mengihiasi wajahnya. Ia masih leturunan Dalem Cibalagung generasi ke sekian. Setelah kami bertegur sapa dan sedikit berbincang kami berangkat menuju makam Raden Aria Nata Manggala II. Lelaki kurus itu berjalan di depan. Ia memang sebagai penunjuk jalan.
Perjalanan mulai menurun dan berkelok. Rimbunan pohon bambu kami jumpai dalam perjalanan. Beberapa jurus kemudian kami sampai di sungai Cibalagung. Dengan Jembatan gantung yang terbuat dari bambu kami melintas beriringan. Setelah itu belok kanan menyusuri semak pinggir sungai. Beberapa saat berjalan menanjak sampailah pada sebuah pagar beton. Sambil membungkuk kami masuk ke dalam melalui celah saluran air, Setelah ada di dalam kami lanjutkan menyusuri semak belukar.
Kami terus berjalan akhirnya sampai di lokasi makam Raden Aria Nata Manggala II atau dalem jamban. Ada sedikit keraguan dalam hati penulis sehingga muncul pertanyaan Benarkah ini makan Dalem Jamban?. Tidak ada lokasi pemandian di sekitar itu ini mirip sebuah kebun tempat berladang. Ini dibuktikan dengan ibu-ibu tadi yang sedang berkebun tidak jauh dari lokasi makam. Barangkali ini bukan dalem Jamban tapi makam Dalem Kebon. Setelah kami tanyakan. Lelaki muda itu menegaskan bahwa ini Makam Dalem Jamban. Meskipun ada sedikit keraguan tidak membuat kami surut.
Setelah mengucap salam kami duduk untuk berdo’a. Kami lantunkan ayat-ayat Suci Al-Quran. Semua larut dalam Kekhusyuan. Sukma kami menmbus masa silam mencoba mnyingkap kejadian masa silam. Sosok Sang Juru Kunci Bapa Opi kembali membimbing kami dalam cerita kejayaan Kedaleman Cibalagung.
Setelah Raden Saca Kusumah yang bergelar Raden Aria Nata Manggala 1 wafat, pimpinan kedaleman Cibalagung dipegang putranya yaitu Raden Taruna Saca Kusumah yang bergelar Raden Aria Nata Manggala II atau disebut juga Dalem Jamban karena makamnya terletak di daerah Jamban Cibalagung.
Kisah Kepemimpinan Raden Aria Nata Manggala II
Raden Aria Nata Manggala II dalam menjalankan pemerintahan sangat arif dan bijaksana. Ia meningkatkan kebijakan pemerintahannya pada pengembangan syiar agama Islam. Di dalam menjalankan tugasnya Beliau dibantu oleh dua orang patih yang gagah berani dan mempunyai kesaktian tinggi. Yaitu Eyang Patih Mangku Negara dan Eyang Patih Mangku Bumi.
Konon pada waktu Raden Aria Nata Manggala II sedang mengolah pemerintahanya datanglah tujuh orang dari tanah bugis. Mereka bermaksud membalas dendam atas tewasnya Sembilan orang kawannya oleh Raden Aria Saca Kusumah ayahanda dari Dalem Jamban. Setelah tahu bahwa Raden Aria Nata Manggala I telah wafat, mereka melampiaskan dendamnya pada anaknya yaitu Raden Aria Nata manggala II.
Betapa marahnya kedua patih Mangku Negara dan Patih Mangku Bumi mengetahui maksud kedatangan tujuh orang bugis itu yang nyata-nyata akan mengacaukan Negara.
“Paman Patih sabarlah. Biar aku yang akan menghadapinya.” Kata Dalem Jamban meredakan kemarahan kedua patihnya.
“Tidak Raden ini tanggung jawab kami. Siapapun yang menghina Raden, langkahi dulu mayat kami.”Kata Patih Mangku Negara sambil melirik kepada Patih Mangku Bumi.
“Benar Sekali Raden. Apa Jadinya kami kalau membiarkan gerombolan pengacau yang akan menganggu ketentraman Raden.” Patih Mangku Negara menambahkan.
“Tidak paman. Ini menyangkut dendam pada Ayahanda. Aku sebagai putranya biarlah yang akan menanggung tanggung jawab ini. Aku tahu Paman berdua sangat sakti tapi biarlah aku akan mencoba kesaktian mereka sendirian.” Kata Dalem Jamban berusaha meyakinkan kedua patihnya.
“ Ya kalau sudah menjadi kehendak raden kami berdua tidak bisa berbuat apa-apa, tapi izinkan kami melihat pertempuran sambil berjaga-jaga dari segala kemungkinan.” Kata Patih Mangku Bumi.
Dalem Jamban mengangguk. Kemudian melirik pada ketujuh orang bugis. Ditatapnya satu persatu kemudian berkata.
“ Ki sanak kalau kalian menginginkan nyawaku ikutilah aku.”Tanpa menunggu jawaban melesatlah Raden Dalem Jamban menuju suatu tempat yang sepi untuk bertempur. yaitu daerah jamban sekarang. Ketujuh orang Bugis pun menyusul mengikuti Dalem Jamban. Maka terjadilah pertempuran sengit antara Raden Dalem Jamban melawan ketujuh orang dari Bugis.
Ternyata Raden Aria Nata Manggala II atau Dalem Jamban ini adalah orang yang sakti. Lawan-lawan yang dihadapinya juga bukan orang sembarangan. Pertempuran berlangsung dengan sengit saling serang Dalem Jamban dikeroyok oleh ketujuh lawannya.
Setelah pertempuran itu berlangsung beberapa lama akhirnya dengan kesaktian Dalem Jamban dan dengan senjata Keris Pusaka yang dimilikinya raden Dalem Jamban berhasil merobohkan lawan-lawannya.Darah berceceran memenuhi tempat perkelahian itu. Konon menurut cerita para orang tua , darah bekas pertempuran Raden Dalem Jamban itu masih terlihat segar sampai tahun 1930-an.
Setelah Raden Dalem Jamban berhasil membunuh ketujuh orang bugis itu kemudian pulang diiringi oleh kedua patihnya. Mereka kembali pulang ke kedaleman. Setelah kejadian itu Dalem Jamban bersama pembantu-pembantunya meneruskan pembangungn dengan terus mengembangkan syiar-syiar islam., hingga banyak pondok-pondok pesantern di wilayah kedaleman Cibalagung. Salah satu pesantrennya yaitu di Kanayakan dengan pimpinannya Kyai Haji Muhamad Soleh (Eyang Kanayakan) yang menjadi penasihat keagamaan Sejak masa Raden Arian Nata Manggala 1.
RADEN ARIA NATA MANGGALA III DALEM KEBON
Setelah wafatnya Raden Aria Nata Manggala II atau Raden Dalem Jamban, maka pimpinan kedaleman dipegang oleh putranya yaitu Raden Ranggana Saca Kusumah yang bergelar Raden Aria Nata Manggala III. (Dalem Kebon).
Pada masa Raden Aria Nata Manggala III ini kedaleman Cibalagung berada dalam keadaan aman dan makmur. Rakyat bekerja dengan aman dan tentram. Pembangunan terus dilakukan dengan baik. Pembangunan sarana keagamaan maupun pembangunan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak pun gencar dilakukan.
Dalam mengelola pemerintahannya Raden Aria Nata Manggala III didampingi oleh dua orang patih yang setia yaitu Eyang Lumaju Agung dan Eyang Balung Tunggal. Kedua patih yang gagah sakti serta mengayomi ini sangat berjasa dalam memakmurkan kehidupan masyarakat di kedaleman Cibalagung. Konon karena mempunyai kesaktian yang tinggi sampai-sampai perampok pun enggan memasuki kedaleman Cibalagung ini. Sehingga pada masa pemerintahan Dalem Kebon atau Raden Aria NataManggala III Negara berada dalam keadaan aman, tenteram, perkembangan agama terus berkembang dengan pesat.
RADEN ARIA NATA MANGGALA IV (DALEM PULO)
Kedaleman yang terakhir di Cibalagung dipegang oleh Raden Gafur Ais Saca Kusumah yang bergelar Raden Aria Nata Manggala IV atau disebut juga dengan sebutan Dalem Pulo. Pada masa Dalem Pulo Batas wilayah ke daleman pada waktu itu meliputi; Bagian sebelah barat Muka (Cianjur), Sebelah Timur Sungai Citarum, Sebelah Selatan Cirata Mairin, (Kecamatan Karang Tengah) dan Sebelah Utara daerah Nyampai Kabupaten Cianjur.
Pada Masa Pemerintahan Raden Aria Nata Manggala IV dibantu oleh dua patih yang mempunyai kesaktian tinggi yaaitu Eyang Nurbayan dan Eyang Nurbayin. Untuk Penasehat keagamaan yaitu Eyang Kyai penghulu Muhamad Sobari.
Pada masa pemerintahan Pulo pernah terjadi perang yang disebut perang pangewelan. Yaitu perang melawan bala tentara Cina yang dipimpin langsung oleh Dalem Pulo dan kedua patihnya. Berangkatlah pasukan dalem Pulo ke arah Utara untuk menyerbu tentara Cina yang ada di sana. Setelah berhasil menghancurkan pasukan Cina maka pulanglah Dalem pulo dalam keadaan pasukannya banyak yang gugur dan terluka.
Berangkat Perang itu terjadi pada hari Sabtu, sehingga ada kepercayaan pada kalangan orang tua di Cibalagung, yaitu pantang bepergian kearah utara pada hari Sabtu, karena menurutnya mendekati balai (celaka).
Dalem Pulo dikaruniai delapan orang putra-putri yaitu:
1. Raden Nawang Kapri
2. Syari Kendor
3. Raja Luamah
4. Pangeran Nata Kusumah
5. Pangeran Natamanggala
6. Pangeran Ontereja
7. Raden Naroreja
8. Ratna Nimang Kusumah
Runtuhnya kedaleman Cibalagung ini karena Raden Aria Nata Manggala IV ini tidak memiliki penerus yang dipandang mampu memegang tahta kedaleman. Pada waktu Raden Aria Nata Manggala IV ini wafat kedelapan putra-putrinya masih terlalu kecil untuk memangku jabatan sebagai penerus Kedaleman Cibalagung.
Setelah Raden Aria Nata Manggala IV wafat kemudian dimakamkan di daerah Pulo Cibalagung hingga masyarakat menyebutnya Dalem Pulo. Dan Setelah beliau wafat maka berakhirlah kedaleman Cibalagung sebagai Negara yang menata pemerintahannya secara mandiri.
Kedaleman Cibalagung berakhir dan berubah menjadi sebuah kademangan yang menjadi bagian dari kedaleman Cianjur. Sekarang bernama “Desa Kademangan” di wilayah Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur
Cibalagung berasal dari kata “bale” artinya tempat dan “agung” yanag artinya luhur jadi Cibalgung artinya sebuah tempat untuk memusyawarahkan hal yang luhur untuk memecahkan segala masalah yanag sedang dihadapi. Adapun bangunan “Bale Agung” itu sekarang menjadi pusat pemerintahan Desa Kademangan kecamatan Mande.
Profil Penulis
Artikel Terbaru dari Penulis
- Kilas Sejarah3 April 2023Kisah Raden Longgar Jaya dan Pohon Saparantu Cibalagung Cianjur
- Kilas Sejarah27 September 2020Menelusuri Jejak Sejarah Kadaleman Cibalagung (Raden Aria Natamanggala II, III, dan IV
- Kilas Sejarah9 September 2020Menyusuri Jejak Sejarah Raden Aria Natamanggala I ( Bagian ke-2)
- Kilas Sejarah29 Agustus 2020Menyusuri Jejak Sejarah Raden Aria Natamanggala I (Dalem Cikadu)
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.