Buku Harian Guru itu Bernama Blog

Ada yang masih ingat dengan diary (buku harian)? Atau kita ganti pertanyaannya, adakah yang masih suka menulis diary? Jika jawaban keduanya IYA, maka sahabat sedang melestarikan kebiasaan baik (good habit).

Menuliskan sesuatu yang terjadi, peristiwa yang dialami, menyenangkan ataupun menyedihkan, opini, bahkan curhatan, dalam sebuah buku bernama diary, sungguh sebuah kebiasaan yang baik, bahkan semestinya dilakukan sejak dini.

Diary itu sendiri umumnya rangkaian “rahasia” yang dituliskan penulisnya dan hanya dia yang boleh mengetahuinya.

Namun terkadang, ada saja suatu peristiwa yang dialami, ataupun opini, dan lain sebagainya, justru akan lebih bermanfaat jika orang lain tahu.

Maka, jika yang biasa menuliskan segalanya dalam lembaran kertas, dan hanya dinikmati sendiri, sebaiknya kebiasaan itu digeser medianya ke media yang bisa diakses oleh banyak orang. Media yang dimaksud adalah BLOG.

Buku Harian Guru itu Bernama Blog

Pentingkah blog itu bagi seorang guru? Bukankah cukup hanya dengan posting di Instagram, Facebook, atau medsos lain?

Memang untuk menunjukkan eksistensi, kita bisa aktif di media-media yang tadi disebutkan. Posting foto, video, caption, atau teks, kemudian di-like atau dikomentari, sehabis itu, dilupakan. Ada perbedaan karakter antara postingan untuk medsos dan BLOG. Untuk yang terakhir ini, jangkauan lebih luas dan bertahan lebih lama.

Baca Juga:  Curahan Hati Untuk Umi, Puisi Spesial Ananda Sofa dan Wafa

Sekarang kita fokus kepada yang biasa menulis diary.

Ada frasa yang menarik, “Guru di dunia nyata, guru juga di dunia maya“, artinya, seorang guru tidak bisa melepaskan jati dirinya di antara dua dunia itu (kayak judul acara tivi), ya ia adalah guru.

Maka, BLOG bisa menjadi media efektif bagi guru untuk menjadi guru di dunia maya, dengan jangkauan “murid” yang lebih luas. Selain curhatan dan catatan tentang perjalanan pribadi, guru bisa mengisi blognya dengan hal-hal yang menyangkut pendidikan, dalam arti luas. Ia bisa berbagi keilmuan dan pengalaman hidupnya, dan itu luar biasa manfaatnya untuk khalayak.

Guru juga bisa menuliskan sebuah kesulitan baik yang dialaminya maupun oleh orang lain, dicarikan solusinya, dan digambarkan hikmahnya, maka ini akan menjadi penguat pribadi si penulis maupun pembacanya.

Bagaimana memulainya?

The start is difficult, demikian kata guru Bahasa Inggris. Bahwa untuk memulai sesuatu itu sulitnya minta ampun.

Ketika memberikan pelatihan Guru Ngeblog beberapa waktu lampau di beberapa sekolah, how to start itu menjadi problem umum, dialami hampir setiap guru.

Baca Juga:  Sekilas tentang RISMADA, Rohis Remaja SMPN 1 Mande

Kemudian saya katakan kepada mereka dan beliau (seorang yang saya hormati, namun menjadi peserta pelatihan), bahwa TEORI TERBAIK UNTUK BISA MENULIS ADALAH MENULIS ITU SENDIRI. Artinya, mulai saja.

Di antara para guru itu sekarang, ada yang mantap mengelola blog sendiri, ada juga yang bergabung ke gurusiana. Tapi intinya, bahwa mereka memiliki semangat yang sama, menjadi guru di dunia nyata, dan menjadi guru pula di dunia maya.

Di sini, apakah sudah ada guru yang memulai?

Sahabat bisa melihat capture di bawah ini:

Tak ada review apapun untuk blog ini (alamatnya di ninagartina.blogspot.com). Keberanian untuk memulai sangat diapresiasi. Selanjutnya, menulis dan menulis, apapun. Hingga suatu ketika akan menemukan kesenangan dan passion, dan “menertawakan” kata-kata yang pernah diungkap melalui tulisan. Makin sering, makin peka, dan makin terpilih diksi.

Problem selanjutnya, tak ada waktu!

Aktivitas menulis di blog memerlukan pemikiran mendalam dan waktu luang yang cukup. Benarkah pendapat ini?

Tidak semuanya benar. Terkadang kita hanya menjadikan suatu yang sederhana, tetapi setelah ditulis, menjadi lebih bermakna. Lihatlah karya-karya Fiersa Besari,misalnya. Tidak ada yang mendalam, tentang suatu yang sederhana, namun ternyata novel-novelnya best seller.

Baca Juga:  Ikhtiar kecil mengisi Ramadhan, Mengumpulkan Tiket Menuju Jannah

Mengenai waktu luang, tidak juga. Artikel ini pun ditulis, punten, sambil “mijitin kaki istri”. Tangan sebelah memijit, yang sebelah lagi memegang HP. Jadilah sebuah artikel, walaupun kurang berbobot, mungkin.

So, bisa kita mulai menjadi Guru Ngeblog? Bismillah.

Profil Penulis

Deni Kurnia
Deni Kurnia
Seorang Pembelajar, Tak Lebih.

www.abufadli.com

Bagikan:

Tags

Related Post

6 tanggapan untuk “Buku Harian Guru itu Bernama Blog”

  1. Hi there! I’m at work surfing around your blog from my new iphone
    4! Just wanted to say I love reading through your blog and look forward
    to all your posts! Keep up the great work!

Tinggalkan komentar