Berkali-kali membedah puisi dari sahabat-sahabat, tentu membutuhkan “stok” energi yang berlipat, mengingat banyaknya keterbatasan kemampuan. Apalagi, seiring waktu berjalan, kualitas kesastraan yang masuk ke meja redaksi (wah keren..) makin meningkat. Seperti salah satu puisi yang akan kita bedah saat ini, karya Bu Nina Gartina.
Sebenarnya, dulu waktu muda (ternyata saya pun pernah muda), pekerjaan seperti ini relatif sudah biasa. Bersama teman-teman penikmat sastra di Sanggar Lontar, menyeleksi ratusan puisi untuk dipilih dan dibahas, disiarkan di radio dan ditulis di tabloid, sesuatu yang “biasa”. Tapi sekarang, usia makin menua, kemampuan menurun, dan makin banyak lupa. Jadi curhat….
Sebuah Kerinduan
Sahabat tentu tak asing dengan kata “rindu”. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata rindu/rin·du/, berarti :
- sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu:
- memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu.
Semua dari kita pernah memiliki rasa yang sama, rindu ingin bertemu. Bertemu dengan seseorang yang spesial bahkan super spesial dalam hidup kita. Entah itu sahabat, orang tua, istri, suami, atau siapapun yang memberi kesan mendalam dalam sanubari.
Merupakan sebuah gharizah (naluri) jika kita memiliki kerinduan terhadap sesuatu, yang lama hilang dari hadapan, lenyap dari pandangan, sirna dari jiwa, untuk kembali dipertemukan. Ya penawar kerinduan adalah adanya pertemuan.
Edisi spesial di Bulan Oktober ini, kita akan sama-sama menelisik sebuah puisi kiriman Bu Nina Gartina, melihatnya dari sisi bahasa, meneliti dari segi diksi, dan menguatkan (jika sampai) dari segi makna.Kita coba baca secara utuh puisi beliau.
Jika Rindu Hanya Tertahan pada Batas Do’a
Jika rindu…
Hanya tertahan pada batas do’a
Penjagaan-Mu atas mereka
Semoga selamanya
Sehidup SesyurgaKami tidak mampu apa-apa
Hanya sesak di dada
Saat membayangkan mereka
Sedang butuh-butuhnya warnaEngkau masih izinkan kami ber-sua-kan?
Teruntuk Anak-anaku
Nina Gartina
🤍💙
Ulasan Sederhana Puisi Bu Nina
Untuk gaya puisi, tidak usah dibicarakan lagi. Postingan sebelumnya kita sudah membahas berbagai macam gaya puisi ( Bisa dibaca di artikel Semua akan indah Pada Akhirnya, puisi karya Bu Mila). Dalam artikel tersebut, Bu Nina di dalam menulis puisi lebih cenderung ke gaya simbolisme, yang hemat kata namun memiliki kedalaman makna.
Begitu pun dengan puisi Jika Rindu Hanya Tertahan pada Batas Do’a, hanya terdiri dari tiga bait, 35 kata, dan 224 karakter. Sebuap puisi yang pendek.
Namun akan kita coba selami makna utuh dari puisi tersebut, setidaknya dari dua segi:
- Dari segi bahasa dan diksi (pilihan kata)
- Dari segi makna
Dari segi bahasa dan diksi, menurut ukuran saya (penilaian seobyektif mungkin), ini luar biasa. Jangan ditanya tentang SPOK, karena puisi relatif “terbebas” dari aturan tata bahasa tersebut. Kata-kata yang ditampilkan, sepertinya terseleksi dengan baik, sederhana, namun berirama dan berima. Ini semua menggambarkan secara jelas, “simbolisme” apa yang akan dituju dengan kata dan frasa tersebut.
Contoh bait yang berima:
Hanya tertahan pada batas do’a
Penjagaan-Mu atas mereka
Semoga selamanya
Sehidup Sesyurga
Lihat ujung kata setiap barisnya, memiliki kesamaan fonem, huruf vokal “a”. Ini sebuah ciri umum puisi seperti ini.
Dengan adanya kesamaan irama, enak dibaca pelan, enak juga dideklamasikan (untuk kata yang terakhir ini, in sya Allah kita akan bahas di artikel berikutnya, “Perbedaan Membaca Puisi dan Deklamasi”).
Dari segi makna. Dengan beberapa kali kita membaca puisi tersebut, kita akan memahami, ke mana arah “kerinduan” yang dimaksudkan.
Kerinduan seorang guru untuk bersua dengan anak didiknya. Kerinduan untuk memberi warna bagi anak didiknya yang haus akan penanaman makna bagi hidupnya. Dan kerinduan untuk merancang masa depan yang sehidup sesyurga.
Makna ini tergambar pada bait:
Kami tidak mampu apa-apa
Hanya sesak di dada
Saat membayangkan mereka
Sedang butuh-butuhnya warna
Namun, semua kerinduan untuk merenda masa depan bersama dengan anak didik, dengan sentuhan cinta seorang guru, terhalang kondisi yang tak memungkinkan. Pandemi Corona, sebuah takdir Allah yang membuat kita dituntut untuk membuktikan kesabaran, juga mengasah asa di balik fenomena.
Ketakberdayaan sebagai hamba, sekaligus harapan datangnya pertolongan dari Sang Penggenggam Kehidupan, tergambar dalam kalimat:
Engkau masih izinkan kami ber-sua-kan?
Maka, bisa kita katakan terhadap keadaan ini:
Selalu ada harapan, bagi mereka yang berdoa
Selalu ada jalan, bagi mereka yang berusaha
Illustrasi Penguat Makna Puisi
Profil Penulis
-
Seorang Pembelajar, Tak Lebih.
www.abufadli.com
Artikel Terbaru dari Penulis
- Satman News19 November 2024Permendikbud No. 22 Tahun 2018: Pedoman Upacara Bendera di Sekolah
- Satman News19 November 2024Diskon 50%, Guru-Guru SMPN 1 Mande Antusias Serbu Bazaar Perabotan Rumah Tangga
- Satman News18 November 2024Upacara Bendera di SMPN 1 Mande: Inspirasi Panca Prasetya dan Unjuk Prestasi Pramuka
- Artikel13 November 2024Tanggal 13 November Hari Kebaikan Sedunia, Pentingkah?
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.