
Karya Nyata Pak Iman Sunarya, Kontribusi Untuk Bina Generasi
Membaca sebuah kalimat, dari seorang pujangga terkenal, Shakespeare, ” Jika kita tak mampu menjadi pohon rindang di pinggir jalan, maka jadilah rumput hijau nan indah dan menyenangkan pandangan“. Ungkapan tersebut bermakna, bahwa apapun peran yang kita miliki, sekecil apapun peran itu, asal memiliki nilai manfaat bagi sesama, semua tak jadi masalah.
Begitu juga kisah seseorang, yang saya temui kemarin, sepertinya cocok dengan ungkapan pujangga tersebut. Beliau merintis upaya alternatif untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan.
Obrolan sekitar 2 jam, mengeksplorasi idenya, melihat aktivitasnya, dan obrolan-obrolan seputar Islam dan upaya menegakkannya kembali di seluruh sendi kehidupan, menjadi obrolan yang bernas bagi kami.
Aktivitas itu bernama Rumah Belajar
” Rumah Belajar“, begitulah beliau menamakan upaya ini. Menjadi “rumah” untuk anak-anak berbagai strata usia dalam menuntaskan pembelajaran, sebelum dan ketika pandemi ini.
Saya bukanlah guru Satman pertama yang bisa berkesempatan untuk melihat secara langsung aktivitas kreatif ini. Sebelumnya ada Bu Ratna Nengsih dan Bu Yuliana Gultom yang pernah berkunjung ke tempat yang sama.
Berikut selengkapnya ikhtisar kegiatan di Rumah Belajar.
Kita Tak Menyerah
Di sebuah saung sederhana berukuran 2,5×3 m dengan lantai plester kasar dan dinding anyaman bilik bambu ada kegiatan belajar baca tulis dan berhitung juga baca Qur’an.
Kegiatan tersebut dilakukan setiap hari Senin-Sabtu. Peserta yang ikut kegiatan adalah anak-anak mulai dari usia SD sampai SMA, saung itu terletak di Kp. Gandasoli RT 02/03 Desa Cikidangbayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
.
Saya, Iman Sunarya dibantu istri tercinta mengadakan kegiatan “ngasuh” belajar anak-anak di saung tersebut. Memiliki 8 anak, 5 orang sudah bersekolah. Kelimanya ikut belajar bersama 21 orang temannya di saung.
Kelas 1 ada tujuh orang, kelas 2 ada satu orang, kelas 3 ada enam orang, kelas 4 dua orang, kelas 6 tiga orang, kelas 8 dua orang, kelas 9 tiga orang, kelas 10 dua orang. Itu yang aktif rutin ikut kegiatan belajar, sedangkan yang tercatat dan ikut kegiatan tidak rutin berjumlah lebih 50 orang.
Bukan hanya anak sekolah, yang putus sekolahpun ikut kegiatan. Sebelum ada pandemi covid-19, kegiatan dilakukan pada sore hari dan cenderung lebih ke bermain sambil belajar. Kini kegiatan mulai dari pagi hari jam 07:30 WIB mengikuti jadwal PJJ dari sekolahnya masing-masing, namun dilakukan secara bergilir karena keterbatasan tempat.
Perangkat gadget yang dipakai hanya satu buah untuk yang sekolah SD. Tidak ada pungutan apapun dalam kegiatan ini karena untuk kebutuhan kuota internet pun suka ada beberapa donatur yang memberikan pulsa/kuota.
Kami terpaksa tidak menerima lagi anak yang mau ikut belajar di tempat tersebut karena keterbatasan tempat, walau masih banyak orang tua yang mau menitipkan anaknya ikut belajar.
.
Kami melakukan ini karena sadar betul bahwa keadaan masa depan ditentukan mulai dari sekarang. Dan pendidikan (formal dan non formal) anak-anak lah yang akan menentukan perubahan di masa yang akan datang. Walau usaha ini kecil dan tak seberapa bahkan mungkin tidak akan merubah keadaan, setidaknya kami bisa menutup mata dengan tersenyum tanpa meninggalkan beban kewajiban.
Iman Sunarya
Alumni SMPN 1 Mande 97/98
Galeri Foto Rumah Belajar

Sederhana semoga memberi warna, sedikit namun semoga memberi arti.
Suara hati guruku
By yuni choirunnisa
viagra prescription
viagra